Biologi

Biologi atau Ilmu hayat adalah Ilmu yang mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah "biologi" diambil dari bahasa Belanda, yaitu biologie, yang juga diturunkan dari gabungan kata bahasa Yunani, βίος, bios yang berarti hidup dan λόγος,logos yang berarti lambang atau ilmu. Istilah "ilmu hayat" diambil dari bahasa Arab, yang juga memiliki arti "ilmu kehidupan". Obyek kajian biologi pada masa kini sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup dalam berbagai aspek kehidupannya.

Selasa, 06 Desember 2011

Hama Besar, Genom Kecil: Dua Genom Kutu Laba-Laba Bintik Dua Disandikan

Hama Besar, Genom Kecil: Dua Genom Kutu Laba-Laba Bintik Dua Disandikan


 

Minggu, 4 Desember 2011 - Seorang ahli biologi Universitas Utah dan sebuah tim penelitian internasional memecahkan sandi cetak biru genetik dari dua kutu laba-laba bintik ganda, memberikan harapan menemukan cara baru menyerang hama utama, yang kebal pestisida dan menghancurkan tanaman pertanian dan tanaman hias di dunia.

Kutu, yang secara teknis bukan serangga, dapat memakan lebih dari 1.100 spesies tanaman – suatu sifat yang langka. Genom kutu yang baru terungkap dan dibariskan mengandung berbagai gen yang mampu melumpuhkan pestisida serta tanaman beracun yang digunakan untuk mempertahankan diri mereka, lapor para ilmuan dalam Nature edisi 24 November.
“Salah satu kunci yang membuat kutu laba-laba unik adalah mereka dapat memakan banyak jenis spesies tanaman,” kata  Richard M. Clark, salah satu dari lima penulis utama studi ini dan merupakan asisten profesor biologi di Universitas Utah. “Kutu-kutu ini sering menjadi hama tanaman rumah – penyebab utama kenapa tanaman hias menjadi kuning dan sakit. Mereka juga masalah utama dalam pertanian dan rumah kaca, serta tanaman perkebunan.”
Target utamanya adalah tomat, cabe, ketimun, arbei, jagung, kedelai, apel, anggur, dan jeruk.
 Clark mengatakan kalau manfaat studi ini terutama dalam memahami bagaimana hewan memakan tanaman, dengan tujuan jangka panjang mengembangkan cara yang efektif untuk mencegah kerusakan tanaman dari kutu dan serangga. Bila kita dapat menemukan jalur biologis yang digunakan kutu untuk memangsa tanaman, kita dapat menentukan metode biologis dan kimia yang mampu mengganggu jalur tersebut dan menghentikan kutu makan.”
Kutu laba-laba dua bintik, yang tidak lebih dari 1 mili panjangnya, “adalah hama global utama, dan diramalkan semakin berbahaya dalam iklim yang menghangat karena mereka berkembang biak sangat cepat pada suhu tinggi – 32 derajat Celsius atau lebih,” tambahnya. “Mereka sangat sejahtera dalam iklim kering dan panas seperti Utah.”
Namun, kutu laba-laba dua bintik “telah ditemukan pula mengembangkan resistensi sangat cepat pada berbagai tipe pestisida, sering dalam beberapa tahun setelah pestisida diberikan,” kata Clark. “Ia kebal terhadap banyak pestisida umum yang dipakai untuk serangga.”
Studi Nature memecahkan genom   Tetranychus urticae, kutu laba-laba dua bintik (yang memiliki dua bintik merah) dilakukan oleh tim peneliti internasional beranggotakan 55 ilmuan dari Amerika Utara, Eropa, dan Amerika Selatan.
 Selain Clark, pengarang utama lainnya adalah biologiwan   Yves Van de Peer dari Ghent University dan Flanders Institute for Biotechnology di Belgia; Miodrag Grbic dari University of Western Ontario, Canada; Thomas Van Leeuwen dari Ghent University; dan Rene Feyereisen dari University of Nice Sophia Antipolis di Perancis.
Cetak Biru Genetika Kutu Laba-Laba Bintik Ganda
Pemecahan sandi genom kutu laba-laba membutuhkan lusinan ilmuan dengan keahlian dalam berbagai keluarga gen. Clark terutama mempelajari gen mana yang diekspresikan atau diaktivasi dan membuat RNA duta, atau mRNA, yang pada gilirannya digunakan untuk membuat protein.
 Studi ini menemukan kalau kedua kutu laba-laba bintik ganda memiliki 18.414 gen. Clark dan mahasiswa pasca sarjana Universitas Utah, Edward J. Osborne menemukan kalau 15.397 gen diekspresikan atau diaktivasi untuk membuat protein.
Genom kutu laba-laba mengandung 90 megabasa – yaitu 90 juta pasangan basa huruf DNA (A, C, G, dan T) – yang merupakan genom terkecil yang pernah disandikan untuk arthropoda, yang mencakup invertebrata atau hewan tanpa tulang belakang dengan rangka luar atau eksoskeleton, tubuh bersegmen, dan anggota tubuh bersendi-sendi.
 “Banyak genom lain ukurannya besar,” sebagian hampir 3 miliar basa, atau seukuran dengan genom manusia, dan sebagian bahkan 7,1 miliar basa, kata Clark.
Arthropoda mencakup heksapoda (serangga dan hewan mirip serangga), krustasea (lobster, kepiting, udang, bernakel), miriapoda (luwing, lipan), dan chelicerata (laba-laba, kalajengking, kutu). Chelicerata adalah kelompok hewan terbesar setelah serangga. Kutu laba-laba dua bintik adalah chelicerata pertama yang dipecahkan genomnya secara keseluruhan.
 Sementara ada spesies lain kutu pemakan tanaman, para peneliti memilih membariskan genom kutu laba-laba dua bintik “karena dari semua kutu laba-laba, ini adalah yang paling luas karena ia memakan begitu banyak spesies tanaman,” kata Clark.
 Hasil penelitian ini memberi petunjuk bagaimana kutu laba-laba berevolusi berbeda dengan arthropoda lainnya. Dibandingkan dengan arthropoda lainnya, kutu laba-laba bintik dua:
  • Menggunakan hormon penggantian kulit berbeda untuk melepas eksoskeletonnya saat tumbuh
  • Hanya memiliki delapan gen Hox untuk menyelaraskan perkembangan bidang tubuh, dibandingkan dengan 10 pada sebagian besar arthropoda lainnya, dan karenanya hanya memiliki dua segmen tubuh bukannya tiga. Ada kasus lain dimana gen Hox diaktivasi berbeda dalam arthropoda berbeda, “namun dalam kasus ekstrim”, kata Clark. “Gen-gen ini keduanya hilang.”
  • Membuat benang yang kuat seperti benang laba-laba namun 185 hingga 435 lebih tipis. “Laba-laba memintal benangnya dari abdomen, kutu laba-laba dari daerah kepala,” kata Clark. Kutu laba-laba menggunakan benang untuk bersembunyi dari predator, menghangatkan diri, dan menggantung telur di luar jangkauan predator. Benang dari kutu ini berguna sebagai perban dan sutura bedah yang dapat didaur ulang. Ia “sangat tipis dan sangat mudah diperoleh karena anda dapat menternakkan banyak sekali kutu pada tanaman,” kata Clark.
Arsenal Genetik untuk Menyerang Racun Tanaman dan Pestisida
Genom kutu laba-laba juga mengungkapkan keberadaan “keluarga gen yang terlibat dalam pemecahan senyawa beracun, baik dari tanaman yang beracun bagi kutu laba-laba ataupun dari pestisida,” kata Clark. “Anda akan membayangkan kalau kutu ini makan dalam sejumlah besar inang, mereka akan memiliki banyak gen yang terlibat dalam pemecahan senyawa beracun. Dan kita memang menemukannya.”
 Dalam beberapa keluarga khusus gen detoksifikasi pada kutu laba-laba, “jumlah gennya sekitar tiga kali yang kita lihat pada arthropoda lainnya,” tambahnya.
Sebagai bagian dari studi, para ilmuan mengambil strain khusus kutu laba-laba yang secara normal memakan kacang ginjal dan mentransfernya ke tomat dan tanaman Arabidopsis. Pada tanaman-tanaman baru ini, para kutu mengekspresikan atau mengaktifkan gen berbeda dan membuat senyawa detoksifikasi berbeda sehingga mereka bisa memakan spesies tanaman baru. Sebagian gen detoks ini sebelumnya tidak diketahui dan karenanya memberikan pandangan baru mengenai bagaimana kutu menghadapi pertahanan tanaman.
 Sebagai contoh, separuh keluarga gen detoksifikasi keluarga P450 merubah ekspresi – on atau off – ketika kutu pindah ke tanaman baru. Ini adalah perubahan besar yang belum pernah diamati   pada kelompok hewan lain, kata Clark.
 “Hal ini menunjukkan kalau gen-gen ini penting untuk kemampuan kutu menjadi hama bagi banyak tanaman.”
Clark mengatakan kalau kutu laba-laba memiliki 39 gen dari satu keluarga gen kebal obat (dan protein yang mereka sandikan), dibandingkan hanya sembilan hingga 14 pada serangga dan hewan vertebrata. Itu menunjukkan kalau perangkat gen diperluas berevolusi untuk membantu memberi makan kutu ini pada sejumlah spesies tanaman.
Dalam sebuah misteri yang belum terjelaskan, kutu laba-laba dua bintik memiliki beberapa gen yang sama dengan yang dimiliki bakteri dan jamur. “Mereka entah bagaimana menangkapnya dari organisme lain dalam lingkungannya dan sekarang memakainya untuk pertumbuhan dan persistensi mereka sendiri,” kata Clark. “Mereka sebagian besar berupa enzim yang terlibat dalam pengubahan molekul kecil lain. Hipotesis kami adalah gen-gen ini mungkin terlibat dalam memodifikasi senyawa racun (detoksifikasi) yang ada pada tanaman.”
 Bagian studi Clark didanai oleh Universitas Utah dan Yayasan Sains Nasional AS. Dana utama penelitian datang dari Departemen Energi AS,   Genome Canada dan Dana Penelitian Ilmiah Flanders Belgia.


Referensi jurnal :
Miodrag Grbi?, Thomas Van Leeuwen, Richard M. Clark, Stephane Rombauts, Pierre Rouzé, Vojislava Grbi?, Edward J. Osborne, Wannes Dermauw, Phuong Cao Thi Ngoc, Félix Ortego, Pedro Hernández-Crespo, Isabel Diaz, Manuel Martinez, Maria Navajas, Élio Sucena, Sara Magalhães, Lisa Nagy, Ryan M. Pace, Sergej Djuranovi?, Guy Smagghe, Masatoshi Iga, Olivier Christiaens, Jan A. Veenstra, John Ewer, Rodrigo Mancilla Villalobos, Jeffrey L. Hutter, Stephen D. Hudson, Marisela Velez, Soojin V. Yi, Jia Zeng, Andre Pires-daSilva, Fernando Roch, Marc Cazaux, Marie Navarro, Vladimir Zhurov, Gustavo Acevedo, Anica Bjelica, Jeffrey A. Fawcett, Eric Bonnet, Cindy Martens, Guy Baele, Lothar Wissler, Aminael Sanchez-Rodriguez, Luc Tirry, Catherine Blais, Kristof Demeestere, Stefan R. Henz, T. Ryan Gregory, Johannes Mathieu, Lou Verdon, Laurent Farinelli, Jeremy Schmutz, Erika Lindquist, René Feyereisen, Yves Van de Peer. The genome of Tetranychus urticae reveals herbivorous pest adaptations. Nature, 2011; 479 (7374): 487 DOI: 10.1038/nature10640




Sumber: www.faktailmiah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar